Tradisi dan Budaya Islam Jawa
Tradisi
Jawa bernuansa Islam yang masih terpelihara hingga saat ini, di antaranya
seperti:
1. Tahlilan
Tahlilan
adalah upacara kenduri atau selamatan untuk berdoa kepada Allah dengan membaca
surat Yasin dan beberapa surat dan ayat pilihan lainnya, diikuti
kalimat-kalimat tahlil (laa ilaaha illallah), tahmid (alhamdulillah)
dan tasbih (subhanallah). Biasanya diselenggarakan sebagai ucapan syukur
kepada Allah Swt. (tasyakuran) dan mendoakan seseorang yang telah
meninggal dunia pada hari ke 3, 7, 40, 100, 1.000 dan khaul (tahunan).
Tradisi
ini berasal dari kebiasaan orang-orang Hindu dan Buddha yaitu kenduri, sela-matan,
dan sesaji. Dalam agama Islam tradisi ini tidak dapat dibenarkan karena
mengandung kemusyrikan. Dalam tahlilan sesaji digantikan dengan berkat atau
nasi dan lauk-pauk yang dibawa pulang oleh peserta. Ulama yang mengubah tradisi
ini adalah Sunan Kalijaga dengan maksud agar orang yang baru masuk Islam tidak
terkejut karena harus meninggalkan tradisi mereka, sehingga mereka kembali ke
agamanya semula.
2. Sekaten
Sekaten
adalah upacara untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad Saw di lingku-ngan
Keraton Yogyakarta atau Maulud. Selain untuk Maulud sekaten diselenggarakan
pula pada bulan Besar (Dzulhijjah). Pada perayaan ini gamelan Sekaten diarak
dari keraton ke halaman masjid Agung Yogya dan dibunyikan siang-malam sejak
seminggu sebelum 12 Rabiul Awal.
Tradisi
ini dipelopori oleh Sunan Bonang. Syair lagu berisi pesan tauhid dan setiap
bait lagu diselingi pengucapan dua kalimat syahadat atau syahadatain, kemudian
menjadi sekaten.
3. Gerebeg Maulud
Acara ini
merupakan puncak peringatan Maulud. Pada malam tanggal 11 Rabiul Awal ini Sri
Sultan beserta pembesar kraton Yogyakarta hadir di masjid Agung. Dilanjutkan
pembacaan pembacaan riwayat Nabi dan ceramah agama.
4. Takbiran
Takbiran
dilakukan pada malam 1 Syawal (Idul Fitri) dengan mengucapkan takbir ber-sama-sama
di masjid/mushalla ataupun berkeliling kampung (takbir keliling).
5. Penanggalan Hijriyah
Masuknya
agama Islam ke Indonesia, secara tidak langsung membawa pengaruh pada sistem
penanggalan. Agama Islam menggunakan perputaran bulan, sedangkan kalender se-belumnya
menggunakan perputaran matahari. Perpaduan antara penanggalan Islam dengan
penanggalan Jawa adalah sebagai berikut :
No |
Nama bulan dalam Islam |
Nama bulan dalam Jawa |
No |
Nama bulan dalam Islam |
Nama bulan dalam Jawa |
1 |
Muharram |
Sura/Suro |
7 |
Rajab |
Rajab |
2 |
Safar |
Sapar/Sopar |
8 |
Sya’ban |
Ruwah |
3 |
Rabiul awal |
Mulud |
9 |
Ramadhan |
Pasa |
4 |
Rabiul akhir |
Ba’da Mulud |
10 |
Syawal |
Syawal |
5 |
Jumadil awal |
Jumadil Awal |
11 |
Zulqaidah |
Kapit |
6 |
Jumadil akhir |
Jumadil Akhir |
12 |
Zulhijjah |
Besar |
1. Grebek
Grebeg
adalah sebuah tradisi Jawa untuk mengiringi para raja atau pembesar kerajaan.
Grebek pertama kali diselenggarakan oleh keraton Yogyakarta oleh Sultan
Hamengku-buwana ke-1. Grebek dilaksanakan saat Sultan memiliki hajat dalem
berupa menikahkan putra mahkotanya. Grebek di Yogyakarta diselenggarakan 3
tahun sekali yaitu: pertama gre-bek pasa, syawal diadakan setiap tgl 1
Syawal bertujuan untuk menghormati Bulan Rama-dhan dan Lailatul Qadr. Kedua,
grebek besar, diadakan setiap tanggal 10 dzulhijjah untuk merayakan hari
raya kurban dan ketiga grebek maulud setiap tanggal 12 Rabiul awal untuk
memperingati hari Maulid Nabi Muhammad Saw. Selain kota Yogyakarta yang
menyeleng-garakan pesta grebek adalah kota Solo, Cirebon, dan Demak.
2. Sekaten
Sekaten
adalah tradisi membunyikan musik gamelan milik keraton. Pertama kali terjadi di
pulau Jawa. Tradisi ini sebagai sarana penyebaran agama Islam yang pada
dilakukan oleh Sunan Bonang. Dahulu setiap kali Sunan Bonang membunyikan
gamelan diselingi dengan lagu-lagu yang berisi tentang agama Islam serta setiap
pergantian pukulan gamelan diselingi dengan membaca syahada-tain, yang pada
akhirnya tradisi ini disebut dengan sekaten. Maksud dari sekaten adalah
syahadatain.
Sekaten
juga biasanya bersamaan dengan acara grebek maulud. Puncak dari acara seka-ten
adalah keluarnya sepasang Gunungan dari Masjid Agung setelah didoakan oleh
ulama-ulama keraton. Banyak orang yang percaya, siapapun yang mendapatkan
makanan baik sedikit ataupun banyak dari Gunungan itu akan mendapatkan
keberkahan dalam kehidu-pannya. Beberapa hari menjelang dibukanya sekaten
diselenggarakan pesta rakyat.
3. Selikuran
Maksudnya
adalah tradisi yang diselenggarakan setiap malam tanggal 21 Ramadhan. Tradisi
tersebut masih berjalan dengan baik di Keraton Surakarta dan Yogyakarta. Selikuran
berasal dari kata selikur atau dua puluh satu. Perayaan
tersebut dalam rangka menyambut datangnya malam lailatul qadar, yang menurut
ajaran Islam lailatulqadar hadir pada 1/3 terakhir bulan ramadhan.
4. Megengan atau Dandangan
Upacara
untuk menyambut datangnya bulan Ramadhan. Kegiatan utamanya adalah menabuh
bedug yang ada di masjid sebagai tanda bahwa besok hari sudah memasuki bulan
Ramadhan dan semua wajib melaksanakan puasa. Upacara tersebut masih terpelihara
di daerah Kudus dan Semarang.
5.
Suranan
Suranan
dalam penanggalan Islam adalam bulan Muharam. Pada bulan tersebut masya-rakat
berziarah ke makam para Wali. Selain itu mereka membagikan makanan khas berupa
bubur sura yang melambangkan tanda syukur kepada Allah Swt.
6.
Nyadran
Istilah
nyadran berasal dari kata sadran dalam bahasa Jawa yang artinya ziarah atau nyekar
(bahasa Jawa), dalam bahasa Kawi dari kata sraddha yg artinya
upacara peringatan hari kematian seseorang.
Nyadran
adalah tradisi Jawa yang bertujuan untuk menghormati orang tua atau leluhur
mereka, dengan melakukan ziarah kubur dan mendoakan arwah mereka. Di daerah
lain nyadran diartikan sebagai bersih makam para leluhur dan sedulur (saudara),
kemudian bersih desa yang dilakukan dari pagi sampai menjelang dzuhur.
7. Lebaran ketupat
Lebaran
ketupat disebut juga dengan Bakda Kupat dilaksanakan seminggu setelah pelak-sanaan
hari raya Idul Fitri. Ketupat adalah jenis makanan yang dibuat dari beras
dengan janur (daun kelapa yang masih muda) dan dibentuk seperti belah ketupat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar