A.
Rezeki Allah Sangat Luas
Allah
Swt. menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna. Manusia dikaruniai
badan yang sehat, otak yang cerdas, serta keimanan dan kemampuan melaksanakan
ibadah dengan baik. Namun demikian, ada sebagian manusia yang mempunyai
pemikiran bahwa rezeki Allah hanya berupa materi. Padahal, rezeki Allah
sebenarnya sangat luas. Udara yang kita hirup setiap hari adalah rezeki,
kesehatan dan kebugaran tubuh kita juga termasuk bagian dari rezeki; kemampuan
untuk melangkah, berjalan, dan beraktivitas adalah rezeki. Bahkan akal pikiran
dan perasaan yang dapat mengangkat kita menjadi manusia bermartabat
dibandingkan makhluk lain itu juga termasuk rezeki Allah. Lantas, apakah
pengertian rezeki itu?
1.
Pengertian Rezeki
Rezeki
berarti segala sesuatu yang bermanfaat, berdaya guna bagi makhluk, serta dapat
dimanfaatkan oleh manusia sebagai sumber penghidupan. Rezeki juga berarti
anugerah, karunia, atau pemberian dari sisi Allah Swt. kepada makhluk-Nya.
Dengan ungkapan lain, segala sesuatu yang dapat menunjang kelangsungan hidup
manusia dan mengantarkannya pada kehidupan yang lebih baik disebut rezeki.
Maka, tahukah kalian bahwa rezeki manusia dan seluruh makhluk hidup sudah
dijamin oleh Allah Swt.? Perhatikanlah firman Allah dalam surah ar-Rum [30]: 40
berikut ini :
ٱللَّهُ ٱلَّذِي
خَلَقَكُمۡ ثُمَّ رَزَقَكُمۡ ثُمَّ يُمِيتُكُمۡ ثُمَّ يُحۡيِيكُمۡۖ هَلۡ مِن
شُرَكَآئِكُم مَّن يَفۡعَلُ مِن ذَٰلِكُم مِّن شَيۡءٖۚ سُبۡحَٰنَهُۥ وَتَعَٰلَىٰ
عَمَّا يُشۡرِكُونَ ٤٠
Artinya
:
“Allah-lah
yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, lalu mematikanmu, kemudian
menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu
dapat berbuat demikian? Maha suci Dia dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan”.
(QS. ar-Rum [30]: 40)
Pada
ayat di atas, Allah menegaskan bahwa Dia telah menghidupkan manusia, memberi
rezeki, mematikan, dan menghidupkan mereka kembali. Kemudian Allah
mempertanyakan kepada manusia “Adakah di antara mereka yang kamu sekutukan dengan
Allah itu dapat berbuat demikian?” Kalimat tanya semacam ini lazim disebut dengan
pertanyaan untuk menegaskan. Dalam arti, penegasan bahwa tidak ada makhluk yang
dapat berbuat demikian. Inilah yang membutikan bahwa tidak ada yang satu
makhluk pun yang dapat disekutukan dengan Allah. Dia Maha suci dari segala
prasangka orang-orang yang menyekutukan-Nya.
2.
Spirit Al-Quran dalam Mencari Rezeki
Setelah
kalian mengetahui bahwa seluruh makhluk yang ada di muka bumi telah dijamin
rezekinya oleh Allah, bukan berarti rezeki akan datang begitu saja tanpa
berbuat apa-apa. Tetapi dengan anugerah akal dan kecerdasan, kita akan
memperoleh rezeki dengan cara bekerja dan berusaha. Sehingga apa yang kita
peroleh benar-benar dari sumber yang halal dan berkah.
Islam
tidak menganjurkan pemeluknya menjadi pengangguran, meski dengan alasan untuk
berkonsentrasi dalam beribadah kepada Allah Swt. Atau, menggantungkan belas
kasih orang lain dengan cara meminta-minta. Jadi, usaha mencari rezeki adalah
suatu keharusan. Seseorang yang bekerja dengan cara yang baik, halal, dan
tujuannya benar, ia akan mendapatkan rezeki dalam bentuk materi, sekaligus
memperoleh pahala. Karena apa yang diusahakannya termasuk perbuatan ibadah.
Renungkanlah
firman Allah Swt., “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung.”(QS. al-Jumu’ah [62]: 10). Dalam tafsir ar-Razi dijelaskan bahwa
makna “maka bertebaranlah kamu di muka bumi” mengacu pada dua hal:
Pertama,
perintah untuk menyelesaikan tugas-tugas hidup setelah selesai shalat Jumat.
Kedua,
larangan untuk duduk-duduk yang tidak bermanfaat dan tidur di dalam masjid seusai
shalat Jumat. Dengan ungkapan lain, firman Allah di atas memantik inspirasi
bagi kita untuk senantiasa “produktif, energik, dan efisien”dalam
menggunakan waktu, sekaligus larangan bermalas-malasan.
Selain
itu, Allah Swt. berfirman: “Dialah yang menjadikan bumi itu mudah
bagimu. Maka berjalanlah di segala penjurunya, dan makanlah
sebagian dari rezeki-Nya.”(QS. al-Mulk [67]: 15)
Ibnu
Katsir juga mengungkapkan, “Menyebarlah kemana pun kalian inginkan di penjuru-penjuru-Nya,
dan berkelilinglah di sudut-sudut, tepian, dan wilayah-wilayah-Nya untuk
menjalankan usaha dan perniagaan.” Penafsiran Ibnu Katsir ini memberikan isyarat
bahwa salah satu pintu rezeki Allah yang bisa dimasuki manusia adalah lewat
bidang perdagangan.
Kebiasaan
berdagang ini ternyata sudah dilakukan suku Quraisy sejak masa Rasulullah Saw.
Mereka melakukan perjalanan dagang ke luar wilayah Makah pada musim dingin.
Pergi ke Yaman untuk belanja parfum dan rempah-rempah, serta menjajakan hasil
pertanian ke Syam selama musim panas. Hal ini sebagaimana digambarkan oleh Allah
dalam QS. Quraisy [106] ayat 2 :
إِۦلَٰفِهِمۡ رِحۡلَةَ
ٱلشِّتَآءِ وَٱلصَّيۡفِ ٢
Artinya: (yaitu)
kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar